Senin, 08 Februari 2010

A Broken Promise

Kamis, 4 Februari 2010

Di keriuhan kelas hukum bisnis saat itu, gw merasa berada di tempat yang salah dimana gw dan teman-teman gw menjadi kaum minoritas. Tempat yang berisikan “pembunuh karakter” kelas kakap  Setidaknya itu sebutan teman gw untuk orang-orang berpredikat cumlaude yang kerjanya menjadi penghancur distribusi nilai di kelas *tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun, no hard feeling. Peace!* Grrh. Mencoba mengerti apa yang dosen gw terangin, lama-lama jenuh itu datang.  Akhirnya gw mulai mengganggu Nining, teman seperjuangan gw yang sama-sama sedang kerajingan menulis. Apa aja kita tulis, gurauan, cerita sehari-hari, syair dan lain-lain. Padahal gw udah janji untuk ga mengulang ‘tragedi auditing’ *dimana saat dosen nerangin gw dan dia malah asik-asikan main tebak gambar yang akhirnya berujung dengan ketidakmengertian gw pas jawab soal UAS* lagi. 

Well, janji tinggallah janji, gw mulai berbisik, “Ning, nih lanjutin!” sambil menyodorkan secarik flyer *kegiatan apaaa gitu, gw lupa* yang dikasih sama ade kelas *jiah, angkatan tua, berasa senior! Pyuh!* Tulisannya gini..“Gugusan awan terlukis di langit biru” sambil menyontek metodenya Rere di notes facebooknya, gw minta dia nerusin apa yang gw tulis kemudian kembali ke gw dan terus secara bergantian. Dan jadilah tulisan ini..

Gugusan awam terlukis di langit biru
Semburat oranye terpancar di balik awan-awan di lautan biru
Tersenyum cerah seorang anak di balik jendela
Senang, menatap indahnya Sang Mentari
Kicauan burung mengiringi tatapan tajam bola matanya
Entah kenapa di balik tatapan tajamnya, ada kesenduan mendalam yang janggal

Kehabisan ide, akhirnya kertas gw serahkan ke Erika, dan dia melanjutkan.

Tak jua ku tahu mengapa bibir tipi situ tiba-tiba terbungkam
Seakan tak mampu kembali melantunkan lirik-lirik indah nan menyejukkan sanubari

Setelah diam lama dan berakting mendengar dosen menerangkan, gw pun dapat ide melanjutkan lagi, sehingga tulisan tadi tertutup dengan sempurna.

Perlahan senyumpun surut, mata menatap kosong.
Ada rasa yang menghantuinya. Lirih, rintihan suara hatinya.
Ia berbalik, menjauhi jendela, bersama tenggelamnya sang surya dan menggelapnya cakrawala.
-selesai-

Haha, anak ekonomi yang sedang merasa seperti anak sastra. Padahal dalam realitanya pasti jauh dari orang-orang di seberang jembatan texas *jembatan penghubung antara FIB dan FE di UI* sana. Tapi two thumps up lah buat kita, walaupun kita melewati hukum bisnis pertemuan pertama dengan sia-sia. Janji ga akan ada lagi :p

2 komentar: