Selasa, 27 September 2016

Hai Dilan!

Kau datang dan jantungku berdegup kencang
Kau buatku terbang melayang
Tiada ku sangka getaran ini ada
Saat jumpa yang pertama

- Could it be, Raisa

Hai Dilan, perkenalkan, namaku Wulan
Kita punya nama dengan akhiran yang sama, sungguh suatu kebetulan!
Bukankah ini suatu pertanda yang menyenangkan?
Atau ini memang rencana Tuhan?


Mataku tak dapat terlepas darimu
Perhatikan setiap tingkahmu
Tertawa pada setiap candamu
Saat jumpa yang pertama

- Could it be, Raisa


Hai Dilan, kamu luar biasa!
Kamu buat aku tak berhenti tertawa
Meski sederhana, tapi bagiku kamu tak biasa
Kau buatku bertanya-tanya, kau buatku tergila-gila!


Ku terpikat pada tuturmu, aku tersihir dirimu
Terkagum pada pandangmu, caramu melihat dunia
Kuharap kau tahu bahwa ku terinspirasi hatimu
Ku tak harus memilikimu,tapi bolehkah ku selalu di dekatmu

- Jatuh Hati, Raisa


Hai Dilan, aku resmi, jatuh cinta!
Andaikan saja aku bisa..
Sayangnya, kau di sana
Di sebuah kisah apik sang pengarang cerita


**Terima kasih teramat sangat kepada Kang Pidi Baiq!


Ia Dewasa dan Percaya

Si kecil bertanya, “Apa rasa jadi dewasa?” suatu ketika
Sang Ibu berkata, “kelak nanti kau akan alaminya”

Ibu, andai ia tau menjadi dewasa sesulit ini
Andai ia tau, bertambah usia tak berarti segalanya
Jika saja Ibu katakan, di depan tantangan menanti
Tak akan ia menunggu dengan sabarnya

Ia terkadang rindu masa kecilnya
Dimana masalah terberatnya adalah soal matematika
Sementara Ibu kini tersenyum lega
Si kecil rasakan apa yang selalu ia tanya

Ibu yakin, ia mampu melewatinya
Meski terkadang tertatih dan terluka
Karena ibu s’lalu tanamkan padanya,
“Tuhan selalu berikan jalan bagi mereka yang percaya”



-Terima kasih tak terhingga untuk Ibu

Karena Rasa Tak Pernah Ada

Peri kecil, ajak aku berdansa
Aku ingin kau buat lupa
Tak perlulah kau hilangkan luka
Ia ‘kan tetap ada di sana

Karena pada suatu waktu, rasa jadi nomor satu
Karena pada suatu masa, logika sudah tak pada tempatnya
Aku berseru, “Para pengganggu, menjauhlah dari isi kepalaku!”
Aku berkata, “Para pelakon drama, pergilah kau selamanya!”

Sebab pernah suatu ketika,
Hadirlah ia, sosok teristimewa
Ah manusia, mudah sekali jatuh hatinya
Terhanyut dalam buai asmara

- Yangon, May 25, 2015

Kembali

Hai kawan lama, aku rindu, teramat. Entah sejak kapan aku mulai meninggalkan, menjauh. Manusia, begitu adanya. Terbuai, kawan baru lebih menyenangkan, pikirku saat itu.

Aku kembali kawan. Aku kembali karenanya. Ia mengingatkanku, menuntunku untuk kembali padamu.

Waktu dan ruang, selamat datang (lagi). Aku janji tak akan pergi.

Terima kasih, Tulus!

Dimanapun kalian berada, kukirimkan terima kasih. Untuk warna dalam hidupku dan banyak kenangan indah. Kau melukis aku.


Antara

Kamu :
Apa yang salah denganmu? Aku izinkan dan biarkanmu tetap dapat memandang dari kejauhan. Bukankah harusnya itu indah?

Dia :
Tuhan, aku jatuh hati padanya. Tak peduli orang bicara apa. Aku kagum pada caranya memandang dunia. Iya, aku jatuh cinta.

Aku :
Jika Engkau tak izinkan aku untuk memilikinya, izinkan aku untuk berada di sampingnya. Jika Engkau tak izinkan pula, mohon kabulkan untuk aku tetap bisa bersamanya, dalam bentuk yang berbeda.

17 Agustus 2015.
Dirgahayu Indonesia!



Cerita Lalu

Kamu yang selalu hadir di tidurku. Ketahuilah, aku sudah usai denganmu. Kubuka lembaran baru. Karena ku tahu aku dan kamu tak akan satu.

Cukupkan. Lepaskan. Relakan.

Angguk tanda setuju. Jangan kau goyahkan lagi aku. Sepakat?

Akan ada kita

Dan aku bahagia, saat dia tersenyum, apalagi tertawa dengan lepasnya. Entah untuk siapa. Dia paham, aku rasa.

Tetaplah di sana. Menjaga setiap asaku untuk bersama. Tetaplah menjadi ceria, bagikan tawa, hapuskan duka. Ya, tolonglah, tetap berada di sana! Agar ku bisa tersenyum lega mendapati dan mengagumi makhluk Tuhan yang hampir sempurna.

Terima kasih, penghibur lara. Terima kasih asa penghapus dahaga.

Kelak, akan ada kita.

Catatan di suatu malam.
Yangon, 12 Agustus 2015