2010. Ini pengalaman pertama saya berpetualang ke suatu pulau. Salah satu destinasi yang menjadi favorit di utara kota Jakarta, Pulau Tidung. Bersama dengan beberapa kawan, saya mulai perjalanan di malam hari, sepulang mengenyam pendidikan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemlu, tempat saya mengadu nasib (baca : kantor) untuk menginap di rumah seorang kawan. Penuh dengan perjuangan, menentang derasnya hujan, akhirnya sampailah saya tepat pukul 11 malam dengan keadaan basah sesukses-suksesnya.
Keesokan paginya, kami ke Muara Angke, titik tolak terdekat menuju Pulau Tidung. Butuh waktu lebih kurang 3 jam untuk mencapai pulau dengan perahu bermuatan lebih kurang 50 orang, atau mungkin lebih. Touch down, Pulau Tidung, dan ternyata udaranya sangat panas. Homestay kami ga ber-AC, cukup dengan fan yang pada akhirnya memuntahkan angin, karena semakin ditiup, semakin panas.
Well, Pulau Tidung ini tidak luas, tapi banyak aktivitas yang bisa dilakukan di sana. Bersepeda dan snorkeling adalah yang primadonanya. Selain tentunya kita harus mencoba Jembatan Cinta. Foto-foto di sana, asik, bagus. Serius.
In the end of the journey, tak hentinya saya bersyukur. Ternyata di Jakarta, masih ada tempat seperti ini. Ibu kota negara, yang identik dengan carut marut.
Seperti biasa, saya ga terlalu pinter berkata-kata. Pictures are enough to describe, are they?
after struggling for about a year, i've made my thesis completed. struggle yang sebenarnya bisa dibilang baru dimulai awal november, saat saya menyadari kalo term ketiga, alias term terakhir pendaftaran sidang untuk skripsi di semester ini telah dekat. hm.. lebih efektif lagi, yaa, sekitar dua minggu sebelum tanggal 17 Desember 2010 (yang konon menjadi tanggal keramat bagi anak ekstensi UI yang sedang mencoba menyelesaikan skripsi mereka), yaitu tanggal terakhir untuk submit si mr. script. bisa dibayangkan seperti apa kalang kabutnya saya, ketika mendengar rumor tanggal submit terakhir dimajukan menjadi 10 Desember, yang ternyata belakangan benar-benar gosip yang bikin panik sejagat FE, karena ternyata itu berlaku bagi anak reguler semata. panik, ngebut luar biasa saat itu saya mengerjakannya. ibarat mobil kecepatannya mungkin seperti mobil balap. selama satu minggu itu pula kamar saya yang menawan berubah menjadi kapal pecah. ibu saya pun tak ayal berkomat-kamit layaknya mbah dukun sedang membaca mantra, seraya meneriaki anaknya (baca : saya) untuk segera membereskannya. kamar saya memang sangat porak poranda, kertas tersebar dimana-mana, buku-buku bertebaran, dan semua barang jadi misplaced gitu, ga sesuai sama tempat aslinya. benar-benar mirip kacau seperti habis perang dunia ketiga. dengan dalih saya akan merapikan semuanya setelah skripsi, ibu saya pun reda. tapi tampaknya, keadaan tidak membaik, kamar saya masih dalam keadaan porak poranda. kali ini saya berdalih, nanti saja, setelah sidang usai. dan begitu seterusnya. ya, sekelumit kisah tentang skripsi dan segala kegilaan yang mengikutinya.